Jumat, 04 September 2015

CRU Mane: Konservasi Gajah di Hutan Lindung Ulu Masen

 

   Pengorbanan menempuh jarak 85 Km dari Beureunun tidaklah seberapa dibanding kebahagiaan yang akan Anda rasakan. Apalagi jalan berliku yang Anda lalui sudah beraspal mulus. Hanya sepanjang 2 kilometer jalan dari Desa Leutung ke Dusun Gumu yang bernuansa offroad.
   Kamp Gumu, begitu masyarakat menyebutnya. Tepatnya terletak di Desa Leutung, Mane, Geumpang. Berada di ketinggian 700-800 dpl. Udara sekitar sangat segar dan sejuk. Suhu malam hari bisa merosot hingga 22°C.
   Kamp yang berdiri sejak tahun 2009 ini masuk ke dalam kawasan Hutan Lindung Ulu Masen. Setiap hari 7 orang petugas dengan setia menjalankan tugasnya. Dua di antaranya penduduk sekitar.
   Mereka bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan empat ekor gajah jinak. Sungguh beban yang sangat berat. Gajah-gajah tersebut diikat di kawasan hutan primer (belum dirambah). Seminggu sekali dibawa ke kamp untuk dicek kesehatan.


   Para tamu yang berkunjung ke kamp diberi kesempatan menunggangi gajah dengan membayar Rp 350 ribu per orang selama 2 jam. Sebelum ditunggangi, para gajah dimandikan terlebih dahulu.
   Petugas CRU juga dengan senang hati berbagi ilmu tentang gajah, air, dan hutan kepada para pelajar serta mahasiswa yang melakukan kunjungan edukatif dan penelitian.
 

Waduk Keuliling

 
   Untuk sementara, Waduk Keuliling merupakan yang terbesar dan terindah di Aceh. Waduk yang sanggup menampung air sebanyak 17 juta m3 ini terletak di Kecamatan Cot Glie, tepatnya di Desa Bak Sukon. Terletak di kilometer 35 dari Banda Aceh. Memiliki luas genangan 228 hektar.
   Keberadaan waduk ini dapat mengairi 4.667 hektar sawah yang tersebar di Kecamatan Cot Glie, Indrapuri, dan Sukamakmur. Waduk seluas ini membutuhkan biaya lebih dari 200 milyar. Pembangunannya lumayan lama, 8 tahun, dari tahun 2000-2008.
   Fasilitas cukup memadai, mulai dari kantin, masjid, dan ada juga penyewaan boat untuk mengelilingi waduk. Latar belakang Pegunungan Bukit Barisan menambah kesejukan dan kenyamanan.






Pulau Tuanku

Pulau Tuanku merupakan pulau terbesar di Kepulauan Banyak. Luasnya mencapai 11.500 hektar. Sebagian besar pulau masih ditutupi hutan perawan dataran rendah. Bagian utara dan timur pantai diliputi hutan bakau (mangrove). 
Ada banyak jenis burung dan ular, babi hutan, monyet, tupai, tapir, dan buaya air asin. Terdapat pula beo seperti di Pulau Bangkaru.
Terdiri dari tiga desa: Ujung Sialit, Asan Tola, dan Haloban. Komposisi penduduk sama seperti sebagian besar Kepulauan Banyak, terdiri dari suku Minang, Batak, Aceh, Nias dan Jawa.






Kecuali Ujung Sialit, mayoritas penduduk beragama Islam. Sebagian besar penduduk Ujung Sialit berasal dari Nias dan menganut agama Kristen Protestan. Masyarakat Ujung Sialit yang meninggal harus dikuburkan di Ujung Sialit juga walaupun meninggal di desa lain.


Ujung Sialit

Petualangan yang ditawarkan Pulau Tuanku lebih bervariasi dan menantang. Anda boleh mencoba jungle trek, dimulai dari Haloban membelah hutan melewati Sungai Asan Tola, dan berakhir di Pantai Pasir Panjang. Jangan lupa mengintip keindahan Gua Tamego sejenak sebelum kembali ke penginapan di Haloban.





Kamis, 03 September 2015

Air Terjun Seuhom

   Lokasinya lumayan jauh, 75 kilometer sebelah barat Banda Aceh. Terletak di Kecamatan Lhong. Tetapi, waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke tujuan tidak lama, cuma 1 jam. Keindahan pantai di sepanjang perjalanan dan mulusnya ruas jalan pesisir barat menjadikan waktu terasa singkat.
   Waktu terbaik untuk mengunjungi Air Terjun Seuhom adalah antara bulan Desember atau Januari. Ini berkaitan dengan panen durian. Jika Anda salah seorang pecandu durian, jangan sia-siakan kesempatan ini. Durian Lhoong terkenal sebagai durian terlezat di Aceh. Isinya tebal, besar, dan tidak lembek. Sangat cocok untuk menghangatkan badan setelah bermain air.
   Di sekitar lokasi ada warung yang menyediakan makanan dan minuman ringan. Untuk masuk ke lokasi air terjun dikutip biaya Rp 5000 dan Anda tak perlu lagi membayar parkir ketika pulang.


Pulau Balai

   Butuh waktu hampir 3 jam dari Pelabuhan Pulau Sarok, Singkil, menuju Pulau Balai. Sebagai sentral ekonomi di Kepulauan Banyak, pulau ini memiliki fasilitas umum yang relatif lengkap: sekolah SD sampai SMP, lapangan bola, pelabuhan, Puskesmas, kantor polisi, dan tentunya penginapan.
Penulis merekomendasikan Penginapan Nanda. Alasannya karena letaknya sangat strategis dan berada tepat di samping dermaga. Harganya relatif murah, hanya Rp 50.000 per malam dengan fasilitas kipas angin dan kamar mandi di dalam. Tempatnya pun bersih dan nyaman.
Perikanan merupakan sumber penghasilan utama penduduk. Pedagang pengumpul ikan memasok sebagian besar hasil kepada toke Cina di Medan. Kepulauan Banyak menghasilkan banyak ikan bernilai ekonomi tinggi, seperti, kakap, tenggiri, kerapu, dan gamat.
Untuk mengelilingi Kepulauan Banyak, Anda dapat menyewa perahu motor.  Anda dapat melakukan kunjungan singkat dari pulau ke pulau (hoping island) pagi hingga sore. Cara lebih murah menikmati petualangan di pulau adalah dengan kayaking dan snorkeling.
Menikmati sunrise dan sunset  dari dermaga menjadi kenangan tersendiri, dan gratis. Jika beruntung, Anda dapat melihat atraksi elang menyambar ikan sebagai bonusnya. Kenikmatan pun semakin menjadi-jadi.




Menara Williem Torren

Jam 2 siang boat dari Pelabuhan Lampulo, Banda Aceh, rutin mengantar penumpang menuju Pulau Breueh. Ada dua tujuan utama boat, Desa Gugop dan Lampuyang. Jika tidak ada teman atau kenalan yang dituju, sebaiknya Anda memilih boat tujuan Gugop. Ketika penulis berkunjung beberapa tahun yang lalu, ongkos boat masih Rp 15.000.
    Menara yang dibangun pada tahun 1875 ini terletak di Desa Meulingge, sekitar 1 jam dengan sepeda motor dari Gugop. Itu jika Anda tidak tergoda dengan pemandangan sepanjang perjalanan. Ada banyak "godaan" sepanjang perjalanan. Godaan untuk berhenti di Teluk Rinon dapat memperlambat Anda sampai ke menara.
Sesampai di ujung Meulingge, sebaiknya Anda berjalan kaki menuju menara. Jangan paksakan naik sepeda motor karena jalan mendaki, sempit, berbatu, dan licin. Anda hanya butuh waktu 1 jam berjalan kaki melewati jalan yang dikelilingi semak belukar. Hilangkan rasa was-was karena tak ada binatang buas. Jalan relatif aman, paling ada monyet dan babi hutan. Rasa capek akan segera terlupakan ketika Anda telah menatap menara setinggi 85 meter tersebut.






Alue Keujrun

 


   Setelah 2 jam melawan arus menuju hulu, sampailah ke tempat yang dituju, Dusun Sarah Baru, Desa Alue Keujrun. Terletak di tengah-tengah rimba perawan Kluet. Termasuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser.
   Penulis sempat diinterogasi habis- habisan oleh tuha peut. Maklum, ngapain jauh- jauh ke hutan seorang diri. "Pasti ada misi rahasia," selidik seorang warga. Suasana mulai mencair seiring mendinginnya kopi yang disajikan.
   Akhirnya, tuha peut dengan senang hati mempersilahkan menginap di rumahnya. Rencana sebelumnya penulis akan ditempatkan di balai pertemuan desa, tempat anak-anak muda berkumpul di malam hari.
   Dusun Sarah Baru telah ditempati sejak jaman kerajaan Aceh. Dusun ini pernah musnah sekali dibakar TNI di masa DOM. Wilayah ini merupakan tempat latihan dan persembunyian yang  sangat mendukung bagi tentara GAM.
   "Ketika dibakar, TNI hanya menyisakan masjid. Penduduk harus mengungsi ke Manggamat. Ada juga yang balik ke Sawang melewati rimba dan mendaki gunung, menyusuri derasnya  air sungai. Ada sekitar 50 orang: tua-muda, pria- wanita, anak-anak dan balita. Perjalanan selama 4 hari, " ujar Pak Hasan Basri, satu-satunya pria lanjut usia yang masih hidup. Beliau telah menetap sejak tahun 1965.
   Korban konflik mendapat bantuan Rp 45 juta per rumah yang dibakar. Tetapi, hanya setengah dari jumlah 70 KK yang menerima. Sisanya dijanjikan tahap kedua, tetapi sejak tahun 2010 sampai sekarang belum terwujud.
Pemburu rusa



   Selain konflik antara TNI vs TNA, Sarah Baru menyimpan kisah konflik dengan gajah. Konflik berlangsung sepanjang tahun 2008-2012. Setiap malam seekor sampai dua ekor gajah turun memakan tanaman pisang. Penduduk tak berani keluar rumah di malam hari. Gajah akan mengejar manusia yang dilihatnya. Ada tiga korban tewas diinjak-injak di tempat, seorang wanita dan dua pria.

Rabu, 02 September 2015

Pulau Bangkaru: Surga Penyu di Lautan Hindia

   Perjalanan dari Pulau Balai menuju Pulau Bangkaru dapat ditempuh selama 2 jam dengan speedboat, melewati pulau-pulau kecil dengan air laut yang biru bening dan pohon kelapa di tepian pantai.
   Sebagai kawasan konservasi, Pulau Bangkaru tidak berpenghuni. Wisatawan yang masuk dibatasi dan harus antri. Maksimal 7 wisatawan sekali kunjungan selama 3 malam. Pengunjung menjadi relawan yang berpatroli setiap malam di Pantai Amandangan.

   Setiap malam ada belasan sampai dua puluh ekor penyu hijau (chelonia mydas) mendarat di Pantai Amandangan. Jika terang bulan, penyu enggan mendarat. Kalaupun ada yang mendarat paling dua ekor, paling banyak empat ekor.
Sebelum bertelur, penyu terlebih dahulu mencari tempat yang disenanginya, kemudian membersihkan lahan. Setelah mengeluarkan telur sebanyak 85-150, ia tidak lupa menimbunnya dengan pasir. Kemudian, ia akan membuat lubang tipuan sebagai kamuflase agar telur selamat dari predator seperti biawak, kepiting, dan elang.



Selasa, 01 September 2015

Danau Laut Bangko



Setelah menunggu selama 9 bulan, terwujudlah mimpi bermalam di Laut Bangko. Sembilan bulan yang lalu kondisi tidak memungkinkan disebabkan "november rain". Hujan lebat terus-menerus membuat debit air sangat tinggi dan deras. Sampah-sampah akar dan batang kayu menjadi penghalang utama. " Ada turis yang memaksa naik, akhirnya perahu terbalik dan harus kembali," ujar seorang penduduk saat itu.
Perjalanan menuju danau memakan waktu 2 jam, melewati alur sempit sepanjang 10 kilometer. Sepanjang perjalanan telinga Anda dihibur kicauan beraneka ragam burung: rangkong, murai, cempala rimueng, kingfisher, dan tak ketinggalan teriakan berbagai jenis monyet.
Selama perjalanan Anda harus tetap berkonsentrasi dan tenang. Konsentrasi dibutuhkan agar kepala Anda terhindar dari batang pohon yang rebah hampir menyentuh perahu. Terkadang hanya berjarak kurang dari 5 cm dari bagian ujung perahu. Anda harus benar-benar tiarap, tak cukup hanya menunduk. 

Ada banyak aktivitas yang dapat dilakukan sesampai di danau. Bagi yang hobi memancing, Laut Bangko menyediakan ikan yang sangat melimpah. Didominasi limbek (lele), srokan (kerling), dan bujok (gabus). Penduduk sekitar Bakongan banyak yang mencari ikan di danau dengan cara pancing, jaring, dan bube (bubu). Mereka dapat membawa ikan sampai 30 kg sekali pulang. Biasanya mereka bermalam sampai seminggu.
Jika Anda memiliki nyali lebih, bolehlah mencoba hiking seharian dan bermalam di rimba perawan. Sekedar informasi, jejak dan feses harimau sering ditemui oleh penduduk sekitar yang mencari rotan dan ikan. Bahkan, ada yang pernah bertatap muka langsung, dan langsung sakit tiga hari. Demikian pengakuan Wir, pemuda lajang penghuni balai tempat kami bermalam.