Kamis, 03 September 2015

Alue Keujrun

 


   Setelah 2 jam melawan arus menuju hulu, sampailah ke tempat yang dituju, Dusun Sarah Baru, Desa Alue Keujrun. Terletak di tengah-tengah rimba perawan Kluet. Termasuk dalam Kawasan Ekosistem Leuser.
   Penulis sempat diinterogasi habis- habisan oleh tuha peut. Maklum, ngapain jauh- jauh ke hutan seorang diri. "Pasti ada misi rahasia," selidik seorang warga. Suasana mulai mencair seiring mendinginnya kopi yang disajikan.
   Akhirnya, tuha peut dengan senang hati mempersilahkan menginap di rumahnya. Rencana sebelumnya penulis akan ditempatkan di balai pertemuan desa, tempat anak-anak muda berkumpul di malam hari.
   Dusun Sarah Baru telah ditempati sejak jaman kerajaan Aceh. Dusun ini pernah musnah sekali dibakar TNI di masa DOM. Wilayah ini merupakan tempat latihan dan persembunyian yang  sangat mendukung bagi tentara GAM.
   "Ketika dibakar, TNI hanya menyisakan masjid. Penduduk harus mengungsi ke Manggamat. Ada juga yang balik ke Sawang melewati rimba dan mendaki gunung, menyusuri derasnya  air sungai. Ada sekitar 50 orang: tua-muda, pria- wanita, anak-anak dan balita. Perjalanan selama 4 hari, " ujar Pak Hasan Basri, satu-satunya pria lanjut usia yang masih hidup. Beliau telah menetap sejak tahun 1965.
   Korban konflik mendapat bantuan Rp 45 juta per rumah yang dibakar. Tetapi, hanya setengah dari jumlah 70 KK yang menerima. Sisanya dijanjikan tahap kedua, tetapi sejak tahun 2010 sampai sekarang belum terwujud.
Pemburu rusa



   Selain konflik antara TNI vs TNA, Sarah Baru menyimpan kisah konflik dengan gajah. Konflik berlangsung sepanjang tahun 2008-2012. Setiap malam seekor sampai dua ekor gajah turun memakan tanaman pisang. Penduduk tak berani keluar rumah di malam hari. Gajah akan mengejar manusia yang dilihatnya. Ada tiga korban tewas diinjak-injak di tempat, seorang wanita dan dua pria.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar